5 Strategi Jitu Kemenperin Bikin Kinerja Industri Furnitur Meningkat

JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bertekad terus menjalankan kebijakan hilirisasi hasil hutan dalam upaya meningkatkan nilai tambah komoditasnya, salah satunya melalui penciptaan produk furnitur yang inovatif dan berdaya saing.

 Kebijakan hilirisasi ini dinilai dapat memperkuat struktur industri, memberi peluang usaha dan menyediakan lapangan kerja, memacu nilai ekspor, mendukung substitusi impor, serta menghasilkan devisa yang berujung pada peningkatan kinerja pertumbuhan ekonomi nasional.

“Selama ini, industri furnitur yang merupakan bagian dari sektor industri agro, telah memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2024, industri furnitur memberikan kontribusi sebesar 1,15 persen terhadap PDB non-migas,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika pada Rakernas Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) di Jakarta, dikutip dari laman Kemenperin (20/2).

Pada tahun 2024, industri furnitur mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,07 persen. Capaian positif ini turut mendongkrak pertumbuhan sektor industri agro yang menyentuh angka 5,20 persen. Industri agro mampu memberikan andil hingga 51,81 persen terhadap PDB industri pengolahan non-migas.

“Sementara itu, untuk nilai ekspor furnitur (HS 9401-9403) pada periode Januari-November 2024 tercatat sebesar USD1,47 miliar atau meningkat sebesar 0,7 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023,” ungkap Putu.

Menurutnya, nilai ekspor furnitur diproyeksi dapat semakin meningkat. Hal ini berdasarkan data Expert Market Research, yang menyebutkan nilai pasar furnitur global pada tahun 2024 sebesar USD660 miliar, dan diproyeksikan tumbuh 4,9 persen selama periode tahun 2025 hingga 2034.

“Meski demikian, industri furnitur Indonesia saat ini menghadapi tantangan terutama akibat kondisi geopolitik yang menyebabkan terhambatnya logistik pengiriman ekspor,” ujar Putu. Tantangan lainnya, yakni isu kebijakan kelestarian lingkungan di negara tujuan ekspor, misalnya The European Union Deforestation Regulation (EUDR) serta meningkatnya impor furnitur, terutama furnitur logam dan plastik menjadi pesaing bagi industri furnitur berbasis kayu untuk berkembang.

Kemenperin pun telah menyusun lima strategi dalam upaya penguasaan pasar serta menanggapi tren industri furnitur saat ini. Lima strategi tersebut, yakni memfasilitasi ketersediaan bahan baku, memfasilitasi ketersediaan SDM terampil, memfasilitasi peningkatan pasar dan penguatan riset referensi pasar, memfasilitasi peningkatan produktivitas, kapasitas, dan kualitas produk, serta memfasilitasi iklim usaha kondusif dan peningkatan investasi.

“Terkait dengan strategi pertama, yaitu fasilitasi ketersediaan bahan baku, Kemenperin akan melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk meningkatkan penyediaan akses sehingga tercapai pola rantai pasok bahan baku furnitur ideal melalui fasilitasi Pusat Logistik Bahan Baku Industri Furnitur,” jelas Putu.

Mengenai fasilitasi ketersediaan SDM terampil, Kemenperin telah mendirikan Politeknik Furnitur dan Pengolahan Kayu di Kendal, yang memiliki tiga program studi, yaitu Teknik Produksi Furnitur, Desain Furnitur, dan Manajemen Bisnis Industri Furnitur. “Keberadaan Politeknik Furnitur dan Pengolahan Kayu di Kendal ini dapat menghasilkan SDM furnitur dan pengolahan kayu yang terampil, siap pakai, dan berdaya saing,” ujar Putu.

Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur menyampaikan, pihaknya optimistis industri furnitur nasional akan terus tumbuh, dengan target ekspor mencapai USD6 miliar atau setara Rp98 triliun pada tahun 2030. “Salah satu upaya yang kami lakukan untuk mengembangkan pasar adalah melalui pameran IFEX pada Maret 2025,” ujarnya.***